Astronom Amerika Serikat yang terlibat dalam program pencarian asal-usul alam semesta dan segala isinya kini yakin manusia akan bertemu dengan makhluk beradab di luar Bumi (ET) paling lambat 25 tahun yang akan datang.
Dalam pertemuan pemburu planet sejagat hari Selasa 12 Maret di Toledo, Spanyol, Direktur Program Origins Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA) Mike Kaplan mengatakan sudah pasti ada kehidupan berinteligensi di beberapa planet di luar gugus tata surya.
Kaplan meragukan pendapat awam bahwa manusia satu-satunya makhluk beradab di alam semesta ini. "Saya pikir kita hanya menunggu waktu saja untuk bisa kontak dengan mereka. Bila suatu hari kita bertemu, jangan kaget karena mereka sangat beda dengan kita," katanya.
Pertemuan itu diperkirakan paling lambat 25 tahun lagi, sekitar tahun 2020. Yang tahun ini berusia 75 tahun dan tampaknya masih segar bugar tentu saja sangat sedikit yang beruntung bisa jadi saksi dalam pertemuan itu.
Pemburu planet dari seluruh dunia berkumpul di kota bersejarah Spanyol itu untuk membahas pengembangan interferometri inframerah, teknologi yang akan membantu pencarian kehidupan dan makhluk beradab di luar tata surya.
"Pembahasan ini merupakan upaya pertama merealisasikan program yang sudah berumur 20 tahun, mencari jawaban terhadap pertanyaan ratusan tahun anak manusia mengenai kemungkinan ada makhluk beradab di luar Bumi," kata Kaplan.
Keseriusan astronom menyentuh isu "peka" ini makin menggeliat setelah astronom Swiss pada Oktober 1995 mendeteksi sebuah planet di luar tata surya. Dalam waktu yang singkat, ilmuwan AS kemudian menemukan dua planet lain.
Inferometer inframerah
Astronom yang ikut dalam pertemuan di Toledo itu memperlihatkan kegairahan akan segera dapat mengaktualkan teknologi inferometer inframerah dalam waktu dekat.
"Inilah saat pertama, pencarian ET bukan lagi mimpi, tinggal menunggu waktu menerapkan interferometer inframerah," kata Kaplan, yang program Origins-nya bertujuan mempelajari asal-usul alam semesta, pembentukan planet, dan eksistensi kehidupan di planet di luar tata surya.
"Kehidupan di planet lain, kalaupun tak identik, akan sangat serupa dengan kehidupan di Bumi," kata biologiwan Spanyol terkemuka Juan Oro dalam sebuah konferensi pers.
Teleskop tradisional dan teleskop angkasa Hubble belum dapat membantu usaha pencarian ET karena cahaya bintang-bintang menghalangi planet-planet yang mengorbit di dekat bintang-bintang itu.
Sedangkan sinar inframerah pada interferometer inframerah, yang 40 kali lebih kuat dibandingkan Hubble, mampu "melihat" planet mana yang memenuhi syarat perlu -seperti adanya air dan oksigen- ditinggali makhluk hidup.
NASA dan Badan Antariksa Eropa (ESA) secara terpisah telah mulai mengembangkan teknologi inframerah, tapi kedua badan itu berpendapat dibutuhkan kerja sama internasional untuk menjalankan proyek sebesar ini.
NASA menaksir anggaran membangun interferometer inframerah sekitar 200 juta dollar AS setahun, sekitar Rp 460 milyar, untuk jangka waktu 10 tahun. Orang-orang Eropa dan Amerika sependapat proyek ini memulai era baru peradaban manusia.
"Menemukan kehidupan beradab di luar Bumi akan mengubah segala-galanya: filsafat, agama... Dan ini akan membuat kita berendah hati... bahwa manusia bukan satu-satunya makhluk beradab dan tidak istimewa," kata Kaplan. Ia menilai program pencarian ET yang serius ini sebagai era eksplorasi baru, Galileo yang baru.